Neraca
pembayaran
Neraca pembayaran
merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup
pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah
asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca
transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan
transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item
finansial.
- Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
- Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Pada dasarnya neraca pembayaran
mempunyai dua komponen, yaitu neraca transaksi berjalan dan arus modal.
1.
Transaksi Berjalan
Transaksi berjalan memberikan
gambaran tentang nilai transaksi yang diakibatkan oleh kegiatan perdagangan
barang dan jasa. Dengan demikian data yang ditunjukkan menggambarkan nilai
barang (seperti karet, minyak, hasil industri manufaktur) dan jasa (seperti
pelancongan, keuntungan dari investasi di luar negeri dan biaya pengangkutan)
yang diperdagangkan. Dengan demikian dalam transaksi berjalan dicatat
transaksi-transaksi berikut ini.
- Ekspor dan impor barang.
- Ekspor dan impor jasa (misalnya: transaksi dalam kegiatan pengangkutan, kegiatan perjalanan luar negeri, dan pendapatan dari investasi modal).
Perbedaan antara nilai ekspor dan
nilai impor barang-barang disebut neraca perdagangan. Suatu negara dikatakan
mempunyai surplus jika dalam neraca perdagangan nilai ekspor melebihi nilai
impor.
2.
Arus Modal
Transaksi modal menggambarkan aliran
keluar masuk modal di antara Indonesia dengan negara-negara lain. Dalam arus
modal, dicatat dua golongan transaksi, yaitu:
- Aliran modal pemerintah. Aliran ini dapat berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan kepada pemerintah.
- Aliran modal swasta. Aliran modal swasta, terdiri atas investasi langsung, investasi portofolio, dan amortisasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portofolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara lain.
Fungsi Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran sangat penting dan
perlu dibuat oleh suatu negara. Fungsi neraca pembayaran internasional antara
lain sebagai berikut.
- Sebagai alat pembukuan agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat, mengenai jumlah barang dan jasa yang sebaiknya keluar atau masuk dalam batas wilayah suatu negara serta untuk mendapatkan keterangan-keterangan mengenai anggaran alat-alat pembayaran luar negerinya.
- Sebagai alat untuk mengukur kondisi ekonomi yang terkait dengan perdagangan internasional dari suatu negara. Sebagai alat untuk melihat gambaran pengaruh transaksi luar negeri terhadap pendapatan nasional negara yang bersangkutan.
- Sebagai alat untuk memperoleh informasi rinci terkait dengan perdagangan luar negeri.
- Sebagai alat untuk membandingkan pos-pos dalam neraca pembayaran negara tersebut dengan negara tertentu.
- Sebagai alat kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh suatu negara.
Arus
Modal Masuk
Besarnya arus modal masuk ke
Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam
beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek
jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan
merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging
market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap
stabilitas keuangan.
Seperti yang telah diketahui, untuk
menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan
besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi
Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.
Neraca modal yang menggambarkan arus
keluar masuk devisa yang bukan merupakan pembayaran atas barang atau jasa. Arus
devisa yang di catat di neraca modal ialah devisa dalam arti arus modal masuk,
baik berupa dana investasi maupun pinjaman atau utang luar negeri. Investasi
dan pinjaman dari luar negeri merupakan arus masuk. Sedangkan investasi kita ke
luar negeri dan pinjaman yang kita berikan kepada pihak luar negeri dicatat
dalam arus keluar. Sebagian besar pinjaman luar negeri yang diperoleh pemerintah
berasal dari sebuah konsorsium bernama Consultative
Group for Indonesia (CGI) yang sebelumnya bernama Inter Group on Indonesia (IGGI). Arus modal asing bisa mendatangkan
manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar.
Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia
mencapai sekitar US$25 miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya
bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI)
dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan,
tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi. Pemerintah perlu lebih aktif
lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham
perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi
negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.
Utang Luar Negeri
Utang luar
negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara
yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Dalam jangka pendek,
utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup
defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar.
Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.
Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.
Sejarah Singkat Utang Pemerintah Indonesia
Eksploitasi
sumber-sumber agraria perusahaan-perusahaan transnasional Amerika di Indonesia,
telah berlangsung semenjak periode sejarah penjajahan hingga sekarang. Untuk
kepentingan itulah, Amerika Serikat senantiasa melakukan intervensi politik dan
militer terhadap perkembangan situasi di Indonesia semenjak masa Perang
Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia di tahun 1945 hingga sampai saat ini.
Dengan difasilitasi pemerintahan koloniali Hindia-Belanda, terutama setelah
diberlakukannya Agrarische Wet pada tanggal 9 April 1870, perusahaan-perusahaan
transnasional Amerika seperti Caltex (California Texas Oil Corporation), pada
tahun 1920-an telah meneguk laba di tengah kemelaratan rakyat Indonesia di
bawah penindasan kolonialisme Belanda.
Untuk itulah paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, Amerika merestui bahkan – kendaraan dan seragam serdadu Belanda bertuliskan US Marines – invasi militer Belanda. Namun kemudian untuk menghindarkan wilayah-wilayah eksplorasi perusahaan-perusahaan transnasional Amerika terkena taktik bumi hangus dari kekuatan-kekuatan pemuda revolusioner bersenjata, Amerika memfasilitasi perundingan Indonesia-Belanda. Dan lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1949, wakil Amerika Serikat, Merle Cohran, sebagai moderator, memihak Belanda dan menuntut dua hal dari Indonesia. Cohran memaksa Indonesia menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dollar Amerika. Sekitar 70 persen dari jumlah itu adalah hutang pemerintah kolonial, yang 42 persennya merupakan biaya operasi militer dalam menghadapi revolusi pemuda Indonesia. Indonesia juga harus bersetuju semua investasi Belanda (dan pihak asing lainnya) di Indonesia akan dilindungi, tadinya Indonesia dijanjikan akan mendapat bantuan yang cukup besar dari Amerika Serikat untuk melunasi beban hutang tersebut terbukti kosong belaka ketika ternyata yang diberikan hanya 100 juta dolar Amerika dalam bentuk kredit ekspor-impor yang harus dibayar kembali. Namun, dalam dalam konteks kedaulatan nasional, konsensi paling penting yang dipaksakan Cohran adalah setengah bagian New Guinea (Irian Barat) yang secara geografis merupakan bagian Hindia-Belanda yang tidak diserahkan kepada Indonesia karena akan dibicarakan kemudian oleh Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun.
Untuk itulah paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, Amerika merestui bahkan – kendaraan dan seragam serdadu Belanda bertuliskan US Marines – invasi militer Belanda. Namun kemudian untuk menghindarkan wilayah-wilayah eksplorasi perusahaan-perusahaan transnasional Amerika terkena taktik bumi hangus dari kekuatan-kekuatan pemuda revolusioner bersenjata, Amerika memfasilitasi perundingan Indonesia-Belanda. Dan lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1949, wakil Amerika Serikat, Merle Cohran, sebagai moderator, memihak Belanda dan menuntut dua hal dari Indonesia. Cohran memaksa Indonesia menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dollar Amerika. Sekitar 70 persen dari jumlah itu adalah hutang pemerintah kolonial, yang 42 persennya merupakan biaya operasi militer dalam menghadapi revolusi pemuda Indonesia. Indonesia juga harus bersetuju semua investasi Belanda (dan pihak asing lainnya) di Indonesia akan dilindungi, tadinya Indonesia dijanjikan akan mendapat bantuan yang cukup besar dari Amerika Serikat untuk melunasi beban hutang tersebut terbukti kosong belaka ketika ternyata yang diberikan hanya 100 juta dolar Amerika dalam bentuk kredit ekspor-impor yang harus dibayar kembali. Namun, dalam dalam konteks kedaulatan nasional, konsensi paling penting yang dipaksakan Cohran adalah setengah bagian New Guinea (Irian Barat) yang secara geografis merupakan bagian Hindia-Belanda yang tidak diserahkan kepada Indonesia karena akan dibicarakan kemudian oleh Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun.
Indonesia
sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun
bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain.
Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan
ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau
menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini,
Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri
dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya
terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yae 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yae 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar