Usaha Kecil dan
Menengah
DEFINISI
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah
sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan
Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.”
- Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
- Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
- Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
- Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
- Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha;
- Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
- Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
Klasifikasi
Usaha Kecil dan Menengah
·
Dalam perspektif perkembangannya, UKM
dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
·
1. Livelihood
Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohya adalah
pedagang kaki lima
·
2. Micro Enterprise,
merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat
kewirausahaan
·
3. Small Dynamic Enterprise,
merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor
·
4. Fast Moving
Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan
melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang
dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
• Faktor Internal
1. Kurangnya
Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2. Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh
secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen
pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan
optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha
tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk
meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
3.
Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil yang pada
umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat
terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang
dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah
solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan
promosi yang baik.
4.
Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula
terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat
entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang dimaksud
disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau
berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang
menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk
kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan
kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya
kesempatan-kesempatan yang ada.
5.
Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara
generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak
informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak
yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan
kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.
• Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum
Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi
perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk domestik
brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya
serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal
tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut
selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta
menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan
pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar. Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana
dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan
prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung
kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM
kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan
karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau
lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM
karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi
sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau
setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi
Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32
Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap
pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan
pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya
saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang
menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk
mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan
Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA
yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap
usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini,
mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan
efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar
global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan
(ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu
ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non
Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu
bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan
Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil
memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian
dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan
UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya
Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan
menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif
baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya
Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga
menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang
diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari
produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas.
Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM
untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau
jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak
memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya
beredar di pasar domestik.
Langkah Penanggulangan Masalah
Dengan mencermati permasalahan yang
dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka
kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim
Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan
terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman
dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan
pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema
kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk
membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana
modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain:
BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
3. Perlindungan
Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama
jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus
mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan
Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang
saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam
negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam
usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis
yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing
dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Perkembangan
Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Distribusi jumlah unit usaha menurut
skala usaha dan sektor menunujukan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan
atas UB di pertanian dan di sisi lain dapat dilihat dari jenis produk yang di
buat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang di pakai dan metode produksi
yang di terapkan UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha
“primitif”.
Pentingnya UKM sebagai salah satu
sumber pertumbuhan kesempatan kerja di Indonesia tidak hanya tercerminkan pada
kondisi statis yakni jumlah orang yang bekerja di kelompok usaha tersebut yang
jauh lebih banyak dari pada yang diserap oleh UB, tetapi tetapi juga dapat
dilihat pada kondisi dinamis yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang
lebih tinggi dari pada oleh UB.
Data statistik menunjukkan jumlah
unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mendekati 99,98 % terhadap total
unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai
91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.
Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah
media massa, bila dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha,
maka pada 2011 sudah bertambah menjadi 55,2 juta unit. Setiap UMKM
rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka dengan adanya penambahan sekitar 3
juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15 juta orang. Pengangguran
diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan UKM tersebut. Hal
ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi memiliki
signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang
berperan banyak pada sektor rill.
Negara
besar dan kaya sumber daya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk
mendekati seperempat milyar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada
sektor ril. Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman
modal di sektor rill bukan non riil. Aliran dana investasi yang berupa ‘hot
money' hanya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semu dan rentan terhadap
gejolak politik. Jika ini terjadi maka dapat mengganggu perekonomian bangsa
secara keseluruhan.
NILAI OUTPUT DAN NILAI TAMBAH
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output
terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar
kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT
terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan
tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih
tinggi daripada di UM, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan L yang
memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB).
Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan
NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d
39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, NO atau NT bervariasi menurut
subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari
sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan
produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta
produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya
lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor
lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, NO atau NT
dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai
nilai produk bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak
berbadan hukum. Dari selisih antara NO dan biaya antara, bisa didapat suatu
gambaran mengenai besarnya NT yang diciptakan oleh kelompok usaha ini.
Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor
dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan NO paling besar; disusul
kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, NO dari IMI sedikit lebih
kecil dibandingkan NO yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, NO dan
perhitungan NT-nya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jaabarkan menurut
wilayah.
EKSPOR
Selain
kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu
sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena
memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan
(diversifikasi) dan pertumbuhan X, khususnya X manufaktur. Kemampuan UKM
Indonesia untuk merealisasikan potensi X-nya ditentukan oleh suatu kombinasi
dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas
pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/
perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati
dengan keunggulan komperatif . keunggulan komporatif yang dimiliki Uk Indonesia
terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah L yang
besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha kecil (dan
pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang kerajinan (yang
merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari generasi ke
generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis pertanian).
Sayangnya Uk di Indonesia relatif masih lemah terutama dalam SDM di banding
manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau lebih maju (diluar
produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan teknologi.
Ketika UKM melakukan kegiatan ekspor atau memiliki
potensi ekspor, hal tersebut ditentukan dari faktor-faktor unggul UKM Indonesia
atas pesaing-pesaingnya. Salah satu faktor unggul UKM Indonesia adalah
tersedianya Sumber Daya Alam yang melimpah dan dapat digunakan sebagai bahan
baku atau input. Namun, UKM Indonesia masih sangat lemah dalam faktor Sumber
Daya Manusia. Hal tersebut berkaitan erat dengan pengembangan usaha dan wawasan
tentang pemasaran suatu produk beserta manajemen proses dan pemakaian produk
dari suatu UKM.
Prospek UKM dalam Era Perdagangan
Bebas dan Globalisasi Dunia
Dalam menghadapi era perdagangan
bebas, Indonesia didatangi oleh berbagai perusahaan asing. Dalam teori, prospek
UKM dalam era perdagangan bebas dan globalisasi dunia adalah luas. UKM dapat
mengusahakan suatu usaha baru atau inovasi terhadap produk-produknya agar
konsumen tidak berpindah kepada unit usaha lainnya. Dengan adanya globalisasi
dunia, hal itu memberikan tanda bahwa akan semakin tinggi pula jalannya
investasi, modal, dan sumber daya manusia. Jika UKM Indonesia dapat berhubungan
dengan hal-hal tersebut, maka dapat turut membantu mengurangi pengangguran di
Indonesia. Sehingga bukan hanya dalam teori, tetapi dalam kenyataan pun prospek
UKM Indonesia dapat berkembang lebih luas pada era perdagangan bebas dan
globalisasi dunia.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar